Minggu, 15 Maret 2009

LAHAN BASAH DI DESA TUNGKARAN KEC. MARTAPURA

Apa itu Lahan Basah...????!
Ehm....tentu banyak masyarakat yang belum tahu tentang apa itu lahan basah. Mungkin masyarakat sering menjumpai lahan-lahan basah, namun mereka tidak menyadari bahwa ternyata itulah yang disebut dengan lahan basah.
Wetland atau Lahan Basah Menurut Konvensi Ramsar.
Selama ini terdapat berbagai istilah yang berasosiasi dengan pengertian lahan basah. Ini membawa konsekuensi pada banyaknya definisi mengenai lahan basah, sehingga sampai saat ini tidak kurang dari 50 definisi tentang lahan basah. Definisi-definisi itu kemudian dipilah menjadi “definisi sempit” dan “definisi luas”. Definisi sempit menurut “Inventarisasi Lahan Basah Nasional AS” lahan basah adalah daerah peralihan antara sistem perairan dan sistem daratan. Sedangkan, definisi luas menurut KONVENSI RAMSAR yang ditetapkan di Iran pada tahun 1972, lahan basah adalah daerah-daerah seperti paya, rawa, lahan gambut atau perairan, baik alami maupun buatan, sementara atau permanent, dengan air yang mengalir atau tetap, baik air payau, tawar, ataupun asin yang meliputi daerah perairan laut dengan kedalaman saat air surut terendah tidak lebih dari enam meter.
Lahan Basah Di Desa Tungkaran, Kalimantan Selatan...!
Pemandangan hijau yang sangat indah....!!!!


Salah satu dari jenis-jenis lahan basah adalah rawa. Daerah di Indonesia yang lokasinya sangat dominan dengan daerah yang berawa-rawa salah satunya adalah Kalimantan Selatan.
Di provinsi KaLimantan Selatan memang sangat dominan dengan daerah yang berawa-rawa, termasuk lokasi yang telah saya amati ini yaitu di Desa Tungkaran Kecamatan Martapura yang terletak di kabupaten Banjar provinsi Kalimantan Selatan. Di daerah ini banyak sekali di temukan lahan-lahan yang berupa rawa.
Lahan basah di Desa Tungkaran???? Ehm...apa menariknya??!
Eits,,,! Jangan salah...kalau kalian menyaksikan sendiri tempat ini pasti kalian akan menyukainya karena pemandangan alam yang ada di lahan rawa Tungkaran ini sangat indah dan pastinya sangat tepat untuk diabadikan dalam album foto. Seperti yang kami lakukan pada saat pengamatan ke daerah tersebut beberapa waktu yang lalu.
Rawa Desa Tungkaran.....
Lahan basah jenis rawa yang ada di desa Tungkaran ini terletak pada titik 3° 37’ 22,8” S- 114° 42’ 09,2” E. Lahan rawa ini terletak di kanan dan kiri jalan yang biasanya digunakan oleh masyarakat sebagai tempat perlintasan. Pemandangan rawa yang ada di sebelah kiri dan kanan jalan tersebut, menunjukkan sedikit perbedaan. Perbedaannya yaitu dari segi pemanfaatannya. Di lokasi yang satunya hanya dipenuhi oleh populasi tanaman enceng gondok dan di lokasi yang satunya terlihat lebih terbuka dan tidak terlalu banyak tanaman enceng gondok. Perbedaan antara keduanya menunjukkan bahwa hanya sebagian saja lahan rawa yang dimanfaatkan oleh masyarakat, sedangkan sebagian lagi dibiarkan apa adanya. Hal ini sangat terlihat jelas dengan banyaknya populasi tanaman enceng gondok di salah satu ruas jalan tersebut. Hampir seluruh permukaan rawa tak tampak air, karena yang terlihat hanya tanaman enceng gondok yang terhampar sangat banyak dan luas. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya tanaman enceng gondoknya saja. Tapi di situlah letak keindahannya. Meskipun hanya enceng gondok, namun terlihat sangat indah. Suasana di lahan rawa Tungkaran itu sangat hijau!




Flora di Tungkaran.....
Enceng Gondok
Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe.
Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.
Banyaknya populasi enceng gondok atau yang biasa disebut oleh masyarakat banjar dengan nama ilung di daerah Tungkaran ini mungkin disebabkan karena tanaman sejenis enceng gondok merupakan tanaman hidrofita (tanaman air) yang memang mempunyai habitat di daerah yang berair seperti rawa atau sungai dan sejenisnya.
Selain enceng gondok, di lahan rawa tersebut juga di tumbuhi oleh tanaman-tanaman seperti purun tikus, kangkung, teratai, talas, genjer, kayapu, kiyambang, juga tanaman jenis pakis yang biasanya orang Kalimantan Selatan menyebutnya dengan nama kelakai serta rumput-rumput yang tinggi dan tumbuh subur diantara tanaman-tanaman enceng gondok.


Kelakai (Tanaman jenis pakis)

Tanaman pakis atau paku merupakan satu spesies tumbuhan dalam famili Dennstaedtiaceae. Nama botaninya Stenochiaena palustris. Pakis tumbuh subur di tanah lembab di kawasan-kawasan cerah atau sedikit teduh. Tak cuma nyaman untuk dibuat sayur, pakis juga dijadikan obat tradisional untuk meredakan demam. Caranya dengan meminum pakis yang telah dibuat jus. Bagi warga pedesaan, sayur kelakai (pakis) sudah tak asing lagi. Bahkan ada warga yang meyakini jika sayur kelakai mampu menambah vitalitas karena bisa menambah darah. Tanaman jenis ini, habitatnya memang berada di daerah yang berair. Tanaman ini tentunya tedapat di berbagai daerah yang kaya akan ekosistem perairan. Didaerah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah tanaman ini di namakan kelakai. Daun yang masih muda dari tanaman ini, biasanya di konsumsi oleh masyarakat sebagai sayuran.

Purun Tikus

Purun tikus atau nama ilmiahnya Eleocharis dulcis yang kalau dalam ilmu taksonomi digolongkan cyperaceae merupakan tumbuhan khas lahan rawa. Tanaman air ini banyak ditemui pada tanah sulfat masam dengan tipe tanah lempung atau humus. Biasanya kita dapat menjumpainya pada daerah terbuka atau tanah bekas kebakaran. Batang tegak, tidak bercabang, warna abu-abu hingga hijau mengkilat dengan panjang 50-200 cm dan ketebalan 2-8 mm. Sedangkan daun mengecil sampai ke bagian basal, pelepah tipis seperti membran, ujungnya asimetris, berwarna cokelat kemerahan. Tanaman purun tikus ini dapat dikatakan bersifat spesifik lahan sulfat masam, karena sifatnya yang tahan terhadap kemasaman tinggi (pH 2,5-3,5). Oleh sebab hal tersebut, tumbuhan ini dapat dijadikan vegetasi indikator untuk tanah sulfat masam. Tanaman ini biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan kerajinan tangan, misalnya seperti tikar, bakul (keranjang), topi purun, dan lain sebagainya.

Kiapu

Sama halnya dengan tanaman sebelumnya, kiapu juga merupakan tanaman yang memang memiliki habitat di daerah seperti rawa. Kiapu juga banyak ditemukan di areal persawahan dan tempat-tempat yang airnya memang sejenis air rawa atau sungai. Tanaman ini tumbuh mengapung diatas air dengan jumlah yang umunya sangat banyak dan menutupu permukaan air. Sehingga, kadang-kadang terlihat perairan yang tetutup seolah-olah seperti daratan.
Banyak petani tradisional yang telah lama memanfaatkan kiapu.Kiapu baik sekali dijadikan pupuk. Caranya sederhana. Kiapu dibiarkan tumbuh bersama.padi yang telah ditanam sampai umur 20 hari. Setelah itu sawah dikeringkan, lalu saat itu kiapu dibenamkan di permukaan tanah sawah. Tiga hari setelah itu, setelah kiapu membusuk, baru ditebarkan pupuk urea.

Keladi (Talas)

beberapa wilayah di tanah air, umbi talas cukup digemari masyarakat sebagai penganan. Umbi talas (Colocasia esculenta) bisa dinikmati dengan cara direbus ataupun digoreng. Namun, kegunaan talas tidak hanya sebatas itu. Tumbuhan talas ternyata memiliki berbagai khasiat obat. Talas memiliki nama yang berbeda-beda di beberapa wilayah. Di Sumatera, talas dikenal dengan sebutan eumpeua (Aceh), sukat, keladi, tale (Batak), keladi (Lampung). Di Jawa disebut gelo, tales. t]Tales, upa, malau (Dayak), kladi, sangsit (Nusa Tenggara). Di Sulawesi disebut aladi (Bugis), paco (Makassar), tale, kolai (Sulawesi Utara). Tumbuhan talas berupa herba bergetah dengan ketinggian mencapai 40 cm hingga 1,5 meter. Talas biasa tumbuh liar di pinggiran air sungai, rawa, tanah tandus, atau ditanam. Tumbuhan ini hidup baik di ketinggian 250 sampai 2.000 meter di atas permukaan laut, memiliki daun berjumlah 2 sampai 5 helai, bertangkai dan berwarna hijau, bergaris-garis hijau tua atau keungu-unguan, dan panjang 23 sampai 150 cm dengan pangkal berbentuk pelepah. Bagian batang di bawah tanah berbentuk umbi.

Kangkung

Kangkung merupakan sejenis tumbuhan yang termasuk jenis sayur-sayuran dan di tanam sebagai makanan. Kangkung banyak dijual di pasar-pasar. Kangkung banyak terdapat di kawasan Asia dan merupakan tumbuhan yang dapat dijumpai hampir di mana-mana terutama di kawasan berair. Kangkung merupakan tanaman yang tumbuh cepat yang memberikan hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Kangkung yang dikenal dengan nama Latin Ipomoea reptans terdiri dari 2 (dua) varietas, yaitu Kangkung Darat yang disebut Kangkung Cina dan Kangkung Air yang tumbuh secara alami di sawah, rawa atau parit-parit.

Genjer

Genjer (Limnocharis flava) merupakan tanaman ternak, tumbuh di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya. Konon asalnya dari Amerika, terutama bagian negara beriklim tropis. Selain daunnya, bunga genjer muda juga enak dijadikan masakan. Genjer cocok diolah menjadi tumisan, lalap, pecel, campuran gado-gado atau dibuat sayur bobor. Warna daunnya hijau dengan lapisan lilin sehingga terlihat mengkilat. Sifat sayur ini liat dengan rasa yang lezat. Genjer kaya akan unsur gizi. Setiap 100 g genjer mengandung energi 39 kkal, protein 1.7 g, karbohidrat 7.7 g, kalsium 62 mg, fosfor 33 mg dan zat besi 2.1 mg. Sayuran ini juga kaya akan serat yang baik untuk menjaga saluran sistem pencernaan. Jika rajin mengkonsumsi sayuran ini, dipercaya kanker kolon dan sembelit akan jauh dari Anda.

Teratai
Teratai (Nymphaea sp) adalah tanaman air yang sangat diminati para pencinta tanaman hias karena sosoknya yang natural, eksotis dan dekoratif sehingga dapat menjadikan taman lebih semarak sekaligus menyejukkan pandangan. Teratai sering disebut Seroja atau Padma, di Eropa juga disebut Water Lily karena bunganya mirip bunga Lily. Selain berbunga cantik, ternyata tanaman ini juga sering digunakan sebagai bahan pangan dan obat. Hampir seluruh bagian tanamannya dapat dimanfaatkan. Dalam pengobatan tradisional Cina, daun teratai dipercaya dapat menurunkan panas, menyembuhkan sakit kepala dan diare. Caranya adalah dengan merebus 4-5 lembar daun teratai dengan air, lalu air rebusannya diminum. Abu daun teratai mengandung efek homeostatik, yaitu kemampuan untuk mengembalikan kondisi tubuh ke keadaan normal, dan dipercaya dapat menghentikan pendarahan pada paru-paru, hidung dan rahim. Selain daun, biji teratai juga bermanfaat untuk kesehatan jantung, limpa dan ginjal. Biji teratai biasa digunakan dalam membuat aneka kue, minuman atau bubur. Biji teratai juga mengandung efek astringen sehingga bermanfaat untuk mengobati diare dan juga mengandung efek sedatif sehingga berguna untuk mengatasi insomnia dan palpitasi (detak jantung cepat). Aroma bunga teratai yang harum banyak digunakan dalam pengobatan energi bunga (flower's Bach Remedies). Aroma teratai meningkatkan vitalitas dan mempunyai efek menenangkan. Sumber lain mengatakan, rebusan bunga teratai dapat digunakan sebagai pereda pendarahan dan menyembuhkan radang kulit bernanah. Selain daun dan biji, umbi teratai biasa diolah menjadi acar, tumisan, keripik dan dodol. Umbi teratai juga berkhasiat meredakan demam, tekanan darah tinggi dan wasir.



Fauna di Tungkaran.....
Selain tanaman, di daerah rawa Desa Tungkaran ini juga dihuni oleh ikan seperti ikan yang biasa disebut oleh masyarakat banjar yaitu ikan haruan (gabus), papuyu (betok), saluang, sepat dan sepat siam. Selain itu juga ada serangga seperti belalang yang sering memakan daun-daun enceng gondok dan kangkung, serta ada capung dan ular.
Hewan ini tentu sangat ditakuti oleh masyarakat. Ular biasanya sering berada ditempat seperti semak-semak dan areal persawahan. Hewan ini senang memakan kodok atau tikus yang ada di sawah.


Ikan gabus adalah sejenis ikan buas yang hidup di air tawar. Ikan ini dikenal dengan banyak nama di pelbagai daerah: aruan, haruan (Mly.,Bjn), kocolan (Btw.), bogo (Sd.), bayong, bogo, licingan (Bms.), kutuk (Jw.), dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris juga disebut dengan berbagai nama seperti common snakehead, snakehead murrel, chevron snakehead, striped snakehead dan juga aruan. Nama ilmiahnya adalah Channa striataIkan darat yang cukup besar, dapat tumbuh hingga mencapai panjang 1 m. Berkepala besar agak gepeng mirip kepala ular (sehingga dinamai snakehead), dengan sisik-sisik besar di atas kepala. Tubuh bulat gilig memanjang, seperti peluru kendali. Sirip punggung memanjang dan sirip ekor membulat di ujungnya. Sisi atas tubuh --dari kepala hingga ke ekor-- berwarna gelap, hitam kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah tubuh putih, mulai dagu ke belakang. Sisi samping bercoret-coret tebal (striata, bercoret-coret) yang agak kabur. Warna ini seringkali menyerupai lingkungan sekitarnya. Mulut besar, dengan gigi-gigi besar dan tajam. Ikan gabus biasa didapati di danau, rawa, sungai, dan saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah. Ikan ini memangsa aneka ikan kecil-kecil, serangga, dan berbagai hewan air lain termasuk berudu dan kodok.

Ikan Betok

Ikan betok (Anabas testudineus Bloch) merupakan ikan asli Indonesia. Ikan yang juga dikenal sebagai ikan papuyu ini banyak terdapat di daerah Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Ikan ini banyak sekali dibudidayakan oleh masyarakat dan dihidangkan sebagai makanan dengan lalapan dan biasanya ikan ini disajikan dengan digoreng atau dibakar

Belalang

Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan.

Pemanfaatan Rawa Di Tungkaran.
Tungkaran Tempat mancing....!
Rawa merupakan salah satu jenis lahan basah yang banyak manfaatnya. Sehingga biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat untuk menanam padi dan juga menggembala kerbau agar kerbau-kerbau dapat mandi dan berenang. Namun, lain halnya dengan lokasi yang saya amati yaitu di Desa Tungkaran Kec. Martapura ini. Di daerah ini, rawa-rawa tidak dijadikan sebagai tempat untuk menggembala kerbau-kerbau. Hal ini mungkin disebabkan karena lokasi rawa di Desa Tungkaran ini airnya cukup dangkal sehingga tidak memungkinkan untuk tempat memandikan kerbau-kerbau, karena kerbau-kerbau tidak akan bebas untuk berenang.
Pada lokasi yang telah saya amati di daerah ini, saya melihat bahwa lahan rawa yang ada, sebagian dimanfaatkan sebagai lokasi persawahan yaitu sebagai tempat untuk menyemai benih dan menanam padi. Namun, di lokasi tersebut kebanyakan lahan rawa yang ada hanya dibiarkan kosong tanpa diolah atau digarap. Lokasi ini terkadang juga digunakan masyarakat sebagai lokasi untuk memancing ikan.


Sebenarnya, lokasi lahan rawa di Desa Tungkaran ini sangat luas. Namun sayangnya karena tidak terlalu banyak lahan yang dimanfaatkan warga, sebagian besar lahan ini terlantar. Itulah sebabnya, lahan rawa ini banyak sekali ditumbuhi oleh tanaman enceng gondok. Jika saja masyarakat lebih peduli akan lahan basah seperti rawa di Tungkaran ini contohnya, maka mereka akan mendapatkan keuntungan dari lahan rawa tersebut. Misalnya saja, dengan memanfaatkan tanaman enceng gondok yang tumbuh sangat banyak di daerah tersebut. Dari tanaman tersebut mereka dapat membuat suatu kerajinan tangan seperti souvenir atau karya-karya lain dari tanaman tersebut. Hal itu tentu akan menghasilkan keuntungan dan membuka lahan pekerjaan untuk warga.


Ada SAMPAH di lahan basah.....??
Tidaakkkk....!!!!!

Di daerah rawa ini saya juga menemukan adanya karung-karung sampah. Wow...! Hal ini tentunya sangat di sayangkan jika daerah berawa seperti ini dijadikan tempat untuk membuang sampah-sampah oleh masyarakat. Hal ini seharusnya tidak dilakukan agar air rawa tidak tercemar. Namun, peristiwa seperti ini dapat terjadi mungkin disebabkan karena lahan rawa di Desa Tungkaran ini lokasinya berada di dekat pemukiman warga. Sehingga, warga merasa bebas untuk membuang sampah-sampah di lahan rawa tersebut.
Seharusnya, hal ini tidak dilakukan agar kondisi air rawa tidak tercemar oleh limbah seperti sampah rumah tangga ini, karena jika air rawa sudah tercemar maka akan berpengaruh terhadap habitat ikan-ikan yang hidup di rawa tersebut dan tentunya juga akan mempengaruhi habitat tumbuhan-tumbuhan air yang aa di daerah rawa tersebut . Dan kondisi ini tentu tidak akan menguntungkan baik untuk ikan, tumbuhan maupun manusia sendiri karena jika flora dan fauna tersebut tercemar limbah maka tidak menutup kemungkinan flora dan fauna di rawa tersebut akan mati. Sehingga, populasi ikan dan tumbuhan di rawa tersebut akan berkurang dan masyarakat tidak akan memperoleh hasil alam dari rawa itu lagi.
Sampah ini tidak hanya mencemari rawa melalui air tirisan dan zat yang di bawahnya, namun juga menyebabkan daya tampung rawa berkurang secara gradual sesuai volume sampah yang dibuang. Eutrofikasi rawa dapat terjadi akibat air tirisan sampah, sehingga mempercepat terjadinya sedimentasi dan pertumbuhan tanaman air yang dalam jangka panjang akan mengurangi volume cadangan air rawa.
Selain itu, sayang kan jika lokasi seindah rawa di Tungkaran ini jadi tercemar karena adanya Sampah!!!
Jadi, seharusnya mulai sekarang jangan lagi membuang sampah di rawa....Eits! Bukan Cuma di rawa, tapi memang seharusnya kita tidak membuang sampah sembarangan.
JADI, pesan saya “Jagalah lingkungan di sekitar kita agar selalu bersih dan asri. Buanglah sampah pada tempatnya dan mari sama-sama kita tingkatkan EKSISTENSI LAHAN BASAH KITA....Semangat...!!!!”.